Kecanduan (Kepengen) Kontrol Part II: Self-Control


Baru saja di sini aku membahas sebuah frasa tentang self-control atau pengendalian diri.


sporcle.com

Apa yang kita pikirkan ketika kata itu disebut?
Banyak dari kita mulai berpikir tentang sekumpulan aturan-aturan, batasan-batasan, dan tentu yang paling gress adalah anggapan bahwa yang satu ini tidak mudah untuk dilakukan.
Ok, aku ngajak kita semua untuk “buang” sejenak pemikiran-pemikiran di atas.

Self-control berarti yaaa… you’re in control of yourself.
Dalem bangettt pengertiannya yaaa 😂😂

Eh tapi beneran dalem juga sih, sebab banyak dari kita salah percaya bahwa Sang Pencipta is controlling each and every one of us.
Kenapa bisa begitu? Ya karena itu yang selama ini diajarkan ke kita.
Somehow alasan mendasar atas hal itu adalah karena Sang Pencipta itu berdaulat (which He is), Sang Pencipta itu berkuasa atas segalanya (which is true).


Straight to the point: adalah sebuah kebohongan teologis ketika kita berpikir that God The Creator in control of each and everyone of us. Sama sekali tidak ❌


Kita ambil contoh negara Yordania yang dipimpin oleh Raja Abdullah II.
Sebagai Raja tentunya beliau memerintah atas setiap orang yang ada di Yordania, lebih tinggi kedudukannya dari setiap orang yang ada di negeri itu.
Beliau pegang kendali? Iya.
Punya otoritas? Iya, tapi itu tidak berarti he controls all of his people at all.
Kira-kira seperti itu.


Mari sejenak kita anggap bahwa Tuhan emang benar-benar mengendalikan hidup kita.
Maka itu artinya setiap pembunuhan, pemerkosaan, aborsi, setiap overosis obat-obatan adalah… ya kehendak Tuhan buat kita. (which is not)
Dengan kata lain to be honest : you are entirely His victim dong. Itu artinya aku, kamu, kita semua adalah mangsaNya alias korban atas kendaliNya. (which is not)

Lalu, bagaimana dengan cerita Adam dan Hawa di taman itu?
Kan Tuhan bilang: “lakukan apapun yang kalian mau, cuman jangan makan buah yang dari pohon ini." 😕 Kedengarannya seperti suatu tindakan pengendalian.


auricmedia.net

Begini 😊 kalau kita menginginkan sebuah hubungan yang berbasis kasih 💖, maka kemerdekaan untuk memilih menjadi sesuatu yang tidak boleh absen dalam “mewarnai” hubungan tersebut.
Yang Tuhan lakukan pada Adam dan Hawa adalah sebuah tes yang sangat transparan, tidak ada jebakan, tidak ada maksud jahat yang terselubung di dalamnya.

Kok di-tes? Sebab sebuah tes memberikan kita kesempatan untuk melihat di mana posisi aktual kita untuk selanjutnya dapat membuat keputusan (pilihan) yang lebih baik.

Mari kita lihat insight-nya.
Ngga makan buah dari satu pohon itu bukan berarti kita ngga bisa ngelakuin hal-hal menyenangkan lainnya dengan pohon itu.
Bikin ayunan di pohon itu misalnya, bikin tempat tidur gantung, bikin rumah pohon.
Atau yang paling unyu-unyu ngukir “Adam loves Hawa” di batang pohonnya atau “Adam and Hawa were here” 😂😂😂 yang masa SMA tahun 90-an pasti paham maksudku.


Klo kita ngga bisa lihat insight-nya, maka kita ngga akan bisa nyadarin betapa besar level of freedom yang kita dapat dari cuman sekedar tes berupa pernyataan “buah pohon ini jangan dimakan”.
Kalau bisa dibilang justru lebih banyak kebebasan/ kemerdekaan dari yang kita dapat sadari dan rasakan via tes tersebut daripada sebuah anggapan bahwa itu adalah usaha untuk mengendalikan.


Seperti yang sudah disinggung di atas, mungkin selama ini keseluruhan ide kita tentang pengendalian diri adalah menunggu, mengharapkan, bahkan dalam doa-doa yang kita panjatkan tersisip permintaan supaya Tuhan ambil alih kendali atas hidup kita tepat setelah kita gagal menjaga performa kita sebagai manusia baik itu di fungsi sebagai anggota keluarga, masyarakat, di profesionalisme kerjaan, dll.
Kita yang karena belum berpengertian atau punya pengertian yang salah justeru berdoa:
“Tuhan, ambil alih hidupku..."
“Pikiran dan perbuatanku yang jelex-jelex buang jauh-jauh dari aku ya Tuhan, isolasi’in aja dari aku. Yang bagus-bagus yang aku pikir aku bisa kontrol selamanya, tolong ditinggalin...”.

😃

Pernyataan seperti itu cukup untuk menunjukkan bahwa kita tidak mau punya self-control atas diri sendiri.
Lebih dalam, itu menyingkapkan satu kenyataan: kita enggan untuk punya rasa tanggung jawab (responsibility) atas diri kita sendiri.
That’s another subject, mungkin lain waktu aku bahas 😊


Friends, i’m telling you: Tuhan tidak akan pernah mengontrol kita. Ngga tertarik sama sekali malah. ❎
Klo kita minta itu dalam doa-doa kita, waduh itu wasting time banget karena kita hanya akan menunggu sesuatu yang pasti tidak akan pernah Dia lakukan.
Dan di tengah-tengah penantian itu, kita justru berakhir dengan “dikendalikan” oleh rasa takut, amarah, insecurity, blast from the past (kejadian masa lampau), dll.


Kabar baiknya adalah, sebagai gantinya Sang Pencipta memberikan suatu pemberian luar biasa untuk kita: self-control.  
He had given you the control of you.
We have, so possess it! Terima, deklarasikan imanmu.
Tentu kita tidak menempatkan sesuatu yang telah diberikan pada kita menjadi goal setting-nya, bukan? Sebab itu bakal menjadi sesuatu yang menggelikan 😁

Self-control berkata:
“alkohol ngga punya kotrol atas diriku”
“syahwat ngga punya kotrol atas diriku”
“orang tuaku yang melukai hatiku bertahun-tahun lalu ngga punya kontrol atas diriku”
“memori terburukku ngga punya kontrol atas diriku”
“narkotika, obat-obatan terlarang ngga punya kotrol atas diriku”
“cinta uang ngga punya kotrol atas diriku”
“kegagalan ngga punya kotrol atas diriku”.
dsb dsb

Kenapa kita diberikan itu?
Jawaban pertanyaan ini emang sederhana, tapi merupakan kebenaran paling besar sejagad raya alam semesta galaksi taman raya 😂: karena Dia sayang padamu.
Untuk itulah kita diciptakan: menerima dan meresponi kasihNya.


Rian over and out!
🚗 🕓

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memberi Makan 4000 Orang

(Jadi,) Tafsir Kontekstual Tidak Terhindarkan

Glico Wings' Frost Bite: Feast Killer