Syarat: Ngga Boleh Buta Warna, Ehh Yang Ngelamar Malah Buta Beneran


Judul di atas adalah sebuah pengalaman dari Sikdam Hasim.
Sikdam adalah WNI yang jadi duta PBB untuk disabilitas.
Pada suatu acara “Ngopi” di Kompas TV, Sikdam menceritakan pengalaman pribadinya saat melamar pekerjaan di sebuah Kementrian.
Dia masih ingat syarat nomor 3, yaitu: tidak boleh buta warna.
Saat dia antar berkasnya ke kantor kementrian tersebut, dia terlibat percakapan:

Panitia  : “Mas, sudah baca syaratnya?”
Sikdam : “Sudah Mbak.”
Panitia  : “Kalau sudah kok ngelamar?”
Sikdam : “Lha memang kenapa, Mbak?”
Panitia  : “Mas kan ngga lulus syarat nomor 3”
Sikdam : “Lho… beda Mbak. Saya kan ngga buta warna, tapi buta beneran.”

Yup, Sikdam itu tuna netra.
Sikdam pasti sangat yakin bahwa memang ada perbedaan antara “buta warna” dan “buta beneran”, lah buktinya dia tetap pede melamar.
Di acara tersebut, dia juga bilang kalau alangkah baiknya syarat tersebut (ke depannya) tidak ambigu.


Sesungguhnya… Sikdam benar.





Pada tulisan kali ini, aku mau membahas korelasinya dengan pembacaan Kitab Suci.
Kitab suci dari kepercayaan apapun sih, selama itu bahasa aslinya bukan dari bahasa Ibu kita.

Klo kita bicara Alkitab, di Alkitab bahasa Indonesia sendiri ada beberapa case terjemahan yang tidak akurat dan konteks tidak dipahami secara menyeluruh dari latar belakang historis-sosiologis kultural yang mana semua ini mengakibatkan maknanya jadi terdistorsi, bikin ambigu dan otomatis tidak tersampaikan secara benar dan menyeluruh.


Sebagai informasi, Alkitab sendiri terdiri dari Perjanjian Lama yang berbahasa asli Aram dan Perjanjian Baru yang berbahasa asli Yunani.
Bahasa Yunani sendiri banyak tenses-nya (past, present, future, indicative, aorist, dll) dan sangat deskriptif. Untuk kata "cinta” aja dia punya 4: eros, philia, storge, dan agape.

Udah tau begitu, justru pihak-pihak (biasanya pendeta, pengajar, dan yang setara) yang secara reguler menyampaikan pesan makna kitab suci malah terkesan ngga mau (apa males kali ya 😕) studi bahkan ada yang ngelurin statement klo ybs maunya cuman baca Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) aja, ngga mau baca buku-buku penunjang lainnya.


Ngga bisa begitu. Kenapa ngga bisa?

Dr Brian Simmons bilang kata-kata dapat berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya dan makna kata-kata sangat dipengaruhi oleh budaya, latar belakang, dan banyak rincian lainnya.
                                                                                                                                                                                                        
Lebih lanjut Dr Simmons katakan bahwa sebuah teks dapat diterjemahkan secara sempurna (sehingga dapat disampaikan maknanya) jika teks itu dimengerti dalam latar belakang budaya dan linguistik aslinya.
Sebuah terjemahan bisa jadi masalah, namun masalahnya terselesaikan bila kita berusaha mengalihbahasakan juga maknanya, dalam artian bukan sekedar kata-katanya.
Oleh karena hal tersebut, sangat penting bagi kita untuk dapat memperoleh makna asli dari sebuah buku terjemahan.
Apalagi kalau buku itu adalah Kitab Suci.


Ambil contoh kata “jihad”.
Kata ini adalah kata yang banyak menimbukan kontroversi dalam penafsirannya.
Sebuah kata yang karena dipahami secara parsial tanpa mempertimbangkan latar belakang historis-sosiologis kultural mengakibatkan orang-orang secara individu/ personal (selama beberapa masa) memiliki pengertian yang kurang tepat dan pada akhirnya… bahkan banyak nyawa yang melayang yaa dikarenakan hal tersebut.
(Reformasi Tafsir Jihad, artikel dari Bp Mu’arif kandidat Doktor UIN Sunan Kalijaga).


Dan ya… Alkitab tentu juga demikian. Namanya juga sama-sama bukan dari bahasa Ibu kita kannn.
Aku kasi contoh di Alkitab bahasa Indonesia yang dapat menimbulkan orang-orang yang membacanya jadi uncertain, unsure, dan malah bikin parno juga:


Yohanes 15:2
Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
~ Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Kata “dipotong” aslinya adalah kata Yunani “airo” yang artinya adalah diambil, diangkat.

Kenapa aku bilang ada potensi bikin orang jadi parno?
Sebab di ayat 6 dikatakan yang dipotong bakal dibuang untuk selanjutnya dibakar yang mana sering diartikan dengan masuk neraka! 😱 😱


Berikut Yohanes 15:2 yang diambil dari bukunya Dr Brian SimmonsThe Passion Translation”:
“Ia merawat ranting-ranting yang terhubung padaKu dengan mengangkat dan menyangga ranting-ranting yang tidak berbuah dan membersihkan setiap ranting yang berbuah agar menghasilkan tuaian yang lebih besar”.

Nah kalau dari terjemahan yang kedua lebih kerasa yaaa sayangNya Tuhan ke kita, lebih warm, peaceful, dan meng-empower banget kannn.
Btw ini penggalan cerita dari salah satu perumpamaan Yesus (Isa) yang menggambarkan Yesus sebagai pohon (pokok) anggur dan kita adalah ranting-rantingnya.


Kebayang ya apa dampak-dampak yang dapat timbul akibat hal ini.
Akan menjadi sangat berbahaya bila kita missed the very important point from the scriptures and we about to deliver it to other people.
Aku rasa ini ngga main-main dan ngga bisa dianggap sepele.
Itu sebabnya aku coba pakai media blog untuk share apa yang aku dapat dari 2014 sampai dengan sekarang.
Aku udah coba voice note, yang belom visual nih 😐


Oiya please don’t get me wrong. Aku bukan bilang klo Alkitab terjemahan resmi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) itu jelek dan ngga usah dipakai.
Tidak, tidak demikian. Aku bahkan masih membawanya (dalam bentuk hardcopy) ke acara-acara ibadah.
Yang mau aku bilang adalah untuk setiap hal yang tidak dipahami secara konteks menyeluruh dan yang kurang akurat dalam menerjemahkannya, mari kita maklumi keterbatasan dan limitasi sumber daya saat itu.
Selanjutnya, alangkah baiknya kita mulai membaca literatur-literatur penunjang untuk membantu kita mengkaji dari latar belakang historis-sosiologis kulturalnya agar kita dapat memperoleh makna konteksnya secara benar dan menyeluruh.


Prof. Richard Feynman bilang baiknya sih jangan cuman disuruh baca (sebab sering kali kita diperintahkan rajin baca kitab suci), tetapi ajar juga untuk mempertanyakan apa yang dibaca.
It is ok kok untuk mempertanyakan apa yang kita baca, apa yang kita dengar melalui ceramah dll.
Dan ajibnya (ajib ya, bukan ajaib hahaha), Tuhan pasti menyatakan jawabannya.
Selalu kagum dengan punctual-Nya Sang Kreator.


Jangan kawatir, yang punya sumber daya (duit, device, dll) so pasti dijawab Tuhan pake sumber dayanya dengan browsing internet (thank God for it), ikut mailing list, baca artikel-artikel, e-books, atau beli sekalian hardcopy-nya.
Nah yang belom punya atau terbatas sumber dayanya, so pasti dijawab Tuhan dengan mengirimkan orang-orang yang sudah punya pengertian tentang hal tersebut supaya bikin lo jadi ikutan ngerti juga 😊

Aturannya cuman 2:
1. never stop questioning
2. never foget rule number 1 😂 😂 😂


“… sampaikan permintaan-permintaanmu yang penuh iman ke hadapan Allah dengan ucapan syukur yang melimpah. Ceritakan kepadaNya setiap hal kecil yang terjadi di dalam hidupmu, maka damai sejahtera Allah yang luar biasa dan yang melampaui pengertian manusia akan membuatmu mengetahui jawabannya melalui Yesus Kristus.”
Filipi 4:6-7

“Ketika kamu dicangkokkan kepada Yang Diurapi dan dipersatukan dengan Dia, sunat dan kewajiban agama tidak ada artinya lagi bagimu. Yang harus kamu lakukan sekarang hanyalah hidup dalam iman yang digerakkan dan disempurnakan oleh kasih.”
Galatia 5:6

Told ya.
(tuh… apa aku bilang, bener kannn 😀). 


Rian over and out.
📗 📘 📙 📖

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memberi Makan 4000 Orang

(Jadi,) Tafsir Kontekstual Tidak Terhindarkan

Glico Wings' Frost Bite: Feast Killer